JAKARTA (20/9/2025), AMUNISI.CO.ID – Berita berpulangnya ke Rahmatullah Drs. H.Candrian Attahiyyat arkeolog senior Jakarta pada Ahad (14/9/2025) yl, baru saya ketahui dari anak saya Dina, Senin (15/9/2015) malam.
Dia pun baru tahu dari sahabatnya se komunitas Taufan , mBak Nana yang tinggal di Condet Balekambang Jakarta Timur. MBak Nana sering ikut acara Pak Candrian menjelajah tempat dan bangunan bersejarah di Jakarta dan sekitarnya dengan cerita cerita menarik dan terkadang jenaka.

Rencana melayat ke rumah duka di Pulogebang Kirana, Cakung, Jakarta Timur dua kali gagal karena ada halangan maupun satu dan lain hal.
Namun akhirnya Rabu (12/9) terlaksana ke rumah duka bersama Ichsan seorang teman wartawan.
“Saya sendiri juga tak sempat menyaksikan pemakaman Bapak di Al Azhar Memorial Garden, Karawang karena masih di perjalanan,” kata Hafiz Attahiyyat, anak kedua Candrian Attahiyyat Almarhum kepada Amunisi.co.id, Rabu (17/9).
Anak pertama Pak Can putri bernama Kiki yang pernah kuliah di India. Dia hari itu sudah masuk bekerja. Hafiz tinggal di di Athena, Yunani, sudah 4 tahun bekerja di sana. Sedang penerbangan dari Kota Tua Dunia itu ke Jakarta menempuh waktu 17 jam dengan stop over di Doha, Qatar.
Menurut Hafiz, sejak 2 bulan terakhir memang ayahnya suka menelponnya di Yunani. Namun tidak berpesan apa apa selain saling berkabar kesehatan dan keselamatan.

Mengenai apa yang sedang dikerjakan Pak Candrian di saat terakhir sebelum sakit dan meninggalnya, Hafiz menjawab “Pulau Onrust.”
Memang keakraban saya dengan Pak Can, panggilan populernya di lingkungan Pemprov DKI Jakarta dan para wartawan budaya , dimulai dari Taman Arkeologi Onrust awal tahun 1990-an. Dia dan arkeolog lainnya Indra Riawan sesama bekerja di Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta melakukan penggalian di Pulau Onrust dan sekitarnya.
Tahun 1994, Dinas tersebut dipimpin arkeolog Dirman Surachmat bersama Candrian dan kawan kawan membersihkan Benteng Martello di Pulau Kelor dari perdu dan pohon liar yang tumbuh di dalam dan di atas benteng yang dibangun Belanda tahun 1850 itu. Saya selaku wartawan Harian Berita Buana ikut meliput. Jadilah benteng tersebut kelihatan ujudnya seperti sekarang ini sebagai ikon pariwisata Kepulauan Seribu.
Waktu memimpin penggalian kembali fondasi benteng Pulau Onrust tahun 2024 yl Pak Can bercerita sekitar tahun 1980an waktu penggalian pertama di pulau itu sempat menemukan granat.
“Wah kalau sempat meledak waktu penggalian itu nggak ada ceritanya lagi,” tuturnya dengan mimik yang lucu.
KOTA TUA & ONRUST.
Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta, Mis’ari yang juga membawahkan Museum Onrust, Kamis (18/9) menyebut sosok Candrian Attahiyyat sebagai arkeolog yang memiliki pengetahuan luas dan pengalaman cukup kaya .
“Terutama terkait dengan data arkeologis kota tua dan pulau sejarah.
Kumpulan data arkeologisnya tentang pulau sejarah sejak masa kuliah hingga purna bhaktinya sebagai ASN terangkum dalam buku yang bertajuk ONRUST, Gugusan Pulau Sejarah di Teluk Jakarta yang diterbitkan oleh UP Museum Kebaharian Jakarta pada tahun 2022,” kata Mis’ari.
Buku itu, katanya, sarat pengetahuan dan data yang sangat bermanfaat bagi pengelola maupun masyarakat luas dari berbagai kalangan.
“Baik itu peneliti, penulis msupun media, akademisi dan lain lain,” kata Mis’ari yang juga menjabat sebagai Sekretaris Asosiasi Museum Indonesia (AMI) DKI / Paramita Jaya itu.
SENIOR TERBAIK
Kepala Unit Pengelola Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Sri Kusumawati sempat melayat ke rumah duka hari itu juga ketika mendengar berita Candrian Attahiyat wafat di usia 68 tahun dengan meninggalkan seorang isteri, dua orang anak, seorang menantu dan seorang cucu umur 3 tahun.
” Beliau seorang senior yang terbaik. Kepergian Pak Can yang mendadak meninggalkan ruang kosong yang sulit tergantikan. Bukan hanya sebagai seorang arkeolog yang berdedikasi, tetapi juga sebagai sosok senior, sahabat, dan guru yang begitu berharga bagi kami semua,” kata Sri Kusumawati atau Bu Atiek yang mengelola Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang dan Museum Tekstil Jakarta itu.
“Dalam setiap langkah penelusuran jejak masa lalu, Pak Can selalu hadir, bukan hanya dengan ketelitian seorang ilmuwan, tetapi juga dengan hati yang hangat dan pikiran yang terbuka. Ia tak pernah pelit ilmu. Apa yang beliau tahu, beliau bagikan. Tak peduli seberapa sibuk atau tingginya posisinya saat itu,” lanjut Kusumawati.
Seperti kesaksian koleganya maupun kalangan wartawan kebudayaan, Kusumawati mengatakan Pak Can arkeolog lulusan UI itu selalu menyempatkan diri untuk membimbing, menjelaskan, dan kadang—dengan senyum khasnya—membuat lelucon ringan yang mencairkan suasana.
“Pak Can selalu ada membimbing, mengajari, mencandai dan juga mengisengi kami sejak kami masih CPNS sampai dengan tahun terakhir hidupnya. Beliau memperkenalkan kekayaan sejarah Jakarta terutama kawasan Kota Tua dan bangunan bangunan bersejarah di Jakarta. bercerita dengan penuh semangat tentang sejarah pulau Onrust dengan berbagai cara dan keisengan yang hangat. Sungguh seorang senior yang sulit tergantikan,” ujar Kusumawati.
Sikap rendah hati dan semangat berbagi itulah yang membuatnya dicintai. Ia bukan hanya meninggalkan warisan dalam bentuk tulisan atau artefak yang berhasil diungkap, tetapi juga jejak dalam hati para junior dan rekan-rekannya, yang pernah belajar darinya.
“Kami mengenangnya bukan hanya karena kecerdasan dan pencapaiannya, tetapi karena cara ia membuat orang-orang di sekitarnya merasa dihargai, didengarkan, dan dikuatkan. Bahkan dalam candanya, selalu ada makna. Dalam setiap percakapan dengannya, selalu ada pelajaran.
Kini beliau telah pergi, namun semangat dan keteladanan beliau akan terus hidup dalam kerja-kerja kami. Dalam setiap tugas, dalam setiap diskusi ilmiah, dalam setiap upaya menjaga warisan budaya bangsa—kami akan terus membawa nama dan semangat beliau,” ungkap Kusumawati.
Candrian Attahiyyat lahir 6 September 1957. Di Dinas Museum dan Pemugaran /Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pernah menjabat Kepala Pengkajian dan Pengembangan, Kepala Unit Pengelola Taman Arkeologi Onrust, Kepala Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Ketua Tim Ahli di PKCB tersebut.
Menurut Hafiz yang sudah kembali ke Yunani, acara tahlilan dan berdoa bersama untuk arwah Pak Candrian akan diselenggarakan di rumahmya Perumahan Pulogebang Kirana Blok D3, no.10, Cakung, Jakarta Timur hari Sabtu (20/9/2025) setelah sholat Isyak.
Selamat jalan Pak Can. Terima kasih untuk ilmu, tawa, dan kebaikan hati yang tak akan kami lupakan. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin. (Suprihardjo).