JAKARTA (01/10/2025), AMUNISI.CO.ID — Pasangan artis Nikita Willy dan pengusaha Indra Priawan kembali menjadi perbincangan hangat publik. Gaya hidup mewah mereka, yang kerap dipamerkan di media sosial, menuai kritik di tengah kondisi ekonomi sulit yang dihadapi banyak masyarakat Indonesia. Sorotan semakin tajam lantaran Indra masih berstatus terlapor dalam dugaan pencurian saham perusahaan taksi Blue Bird, kasus yang hingga kini belum selesai di Bareskrim Polri.
Komentar bernada sinis membanjiri unggahan Nikita Willy. Sejumlah warganet menyebut kemewahan yang ditampilkan pasangan ini tak lepas dari kasus hukum yang membelit Indra. “Gak takut ada rampok ya…” tulis akun @upik12 di salah satu unggahan Nikita, Selasa (30/9/2025).
Tak hanya soal flexing, diskursus publik kini berkembang pada kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) di balik gaya hidup glamor Nikita dan Indra. Tim jurnalis mencoba menelusuri dugaan tersebut dan menemukan indikasi yang dinilai perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara, Dr. Hery Firmansyah, S.H., M.Hum., menilai pemanggilan pihak terkait sangat penting dilakukan. “Jika status perkara telah naik ke penyidikan, maka penyidik berwenang memanggil seseorang untuk dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta.
Menurut Hery, setiap laporan hukum biasanya disertai bukti permulaan yang cukup. “Tinggal bagaimana penyidik menilai apakah bukti itu cukup atau tidak. Kalau terbukti ada aliran dana hasil kejahatan, maka yang bersangkutan dapat dihadapkan di muka hukum sesuai UU TPPU Nomor 8 Tahun 2010,” tambahnya.
Dari sisi sosial, fenomena pamer kekayaan publik figur tak bisa dilepaskan dari masalah ketimpangan. Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Anis Farida, menegaskan bahwa flexing merupakan cara seseorang menunjukkan eksistensi. Namun, dalam situasi kesenjangan sosial yang lebar, hal ini bisa memicu ketidakstabilan. “Ketimpangan yang terlalu besar bisa melahirkan kemarahan sosial,” kata Anis.
Anis mengingatkan pemerintah agar terus fokus membantu masyarakat kecil demi menciptakan kehidupan yang lebih adil. Ia mencontohkan kasus Mario Dandy Satrio, anak pejabat Rafael Alun Trisambodo, yang sebelum masuk penjara karena kasus penganiayaan, kerap memamerkan kekayaan. Harta fantastis keluarganya belakangan terbukti bersumber dari korupsi pajak.
Kasus itu, menurut Anis, menjadi pelajaran bagaimana praktik flexing yang tak terkendali bisa membuka pintu pengusutan hukum sekaligus mengguncang kepercayaan publik. ***